top of page
  • X
  • Instagram
  • Black Facebook Icon
  • Black LinkedIn Icon

Psikologi Trauma di Aceh dan Marginalisasi Provinsi di Indonesia: Membangun Jiwa Kebangsaan dan Inklusivitas dalam Pemerintahan

LatarBelakang

Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang konflik dan trauma kolektif, terutama akibat konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia yang berlangsung selama beberapa dekade. Konflik ini tidak hanya meninggalkan dampak fisik dan sosial tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi masyarakat Aceh. Selain itu, beberapa provinsi di Indonesia juga mengalami marginalisasi, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun politik, yang menyebabkan ketimpangan pembangunan dan eksklusi dalam proses pemerintahan.

Trauma kolektif yang terjadi di Aceh dan marginalisasi provinsi lain menimbulkan tantangan dalam membangun jiwa kebangsaan dan inklusivitas dalam pemerintahan. Konsep kebangsaan sering kali bersinggungan dengan pengalaman sejarah lokal yang berbeda, sehingga membutuhkan pendekatan psikologis dan kebijakan yang lebih adaptif untuk merangkul keberagaman pengalaman setiap daerah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) memiliki peran penting dalam menjembatani persoalan ini melalui kajian kebijakan, psikologi sosial, dan pembangunan inklusif.

Konflik yang berkepanjangan di Aceh telah memberikan dampak jangka panjang terhadap pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Meskipun perjanjian damai telah mengakhiri konflik bersenjata, dampak psikologis yang dialami oleh masyarakat tidak mudah dihapuskan begitu saja. Perasaan terpinggirkan dalam pembangunan nasional juga menjadi isu krusial bagi beberapa provinsi yang mengalami marginalisasi akibat kebijakan yang kurang inklusif. Dalam konteks ini, penting untuk meneliti bagaimana psikologi trauma dapat memengaruhi keterlibatan politik dan kebijakan pemerintahan yang lebih inklusif.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana dampak psikologis trauma kolektif terhadap rasa kebangsaan masyarakat Aceh pasca-konflik?

  2. Bagaimana marginalisasi provinsi di Indonesia mempengaruhi partisipasi politik dan inklusivitas dalam pemerintahan?

  3. Bagaimana strategi yang dapat diterapkan untuk membangun jiwa kebangsaan dan inklusivitas pemerintahan di daerah yang mengalami trauma dan marginalisasi?

Tujuan Penelitian

  1. Menganalisis pengaruh trauma kolektif di Aceh terhadap konstruksi identitas kebangsaan masyarakatnya.

  2. Mengkaji dampak marginalisasi terhadap eksklusi sosial-politik dan peluang partisipasi daerah dalam pemerintahan nasional.

  3. Menyusun rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat inklusivitas dalam tata kelola pemerintahan berbasis pendekatan psikologi sosial dan politik.


Kerangka Teori

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan multidisipliner dengan teori utama sebagai berikut:

  1. Teori Trauma Kolektif (Kai Erikson, 1976)

    • Menjelaskan bagaimana pengalaman traumatis yang dialami suatu kelompok masyarakat dapat mempengaruhi identitas sosial dan politik mereka.

  2. Teori Identitas Sosial (Henri Tajfel, 1981)

    • Menganalisis bagaimana individu dalam kelompok tertentu membangun identitas berdasarkan pengalaman historis dan interaksi dengan kelompok lain.

  3. Teori Keadilan Sosial (John Rawls, 1971)

    • Memberikan kerangka dalam memahami marginalisasi dan bagaimana kebijakan dapat diarahkan untuk menciptakan keadilan sosial dan inklusivitas.

  4. Teori Partisipasi Politik (Verba & Nie, 1972)

    • Mengkaji bagaimana faktor struktural dan psikologis mempengaruhi tingkat keterlibatan politik masyarakat yang mengalami marginalisasi.

  5. Teori Rekonsiliasi Sosial (John Paul Lederach, 1997)

    • Mengusulkan pendekatan untuk membangun hubungan damai yang lebih kuat setelah konflik, dengan menekankan pentingnya keadilan, memori kolektif, dan transformasi sosial.


MetodePenelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode sebagai berikut:

  1. Studi Kasus

    • Studi kasus di Aceh dan beberapa provinsi yang mengalami marginalisasi, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

  2. Wawancara Mendalam

    • Dilakukan terhadap penyintas konflik, akademisi, pengambil kebijakan, serta tokoh masyarakat untuk memahami pengalaman dan persepsi mereka.

  3. Analisis Kebijakan

    • Meneliti kebijakan nasional dan daerah terkait rekonsiliasi pasca-konflik, pembangunan daerah, dan inklusivitas pemerintahan.

  4. Observasi Partisipatif

    • Mengamati dinamika sosial dan politik di daerah yang menjadi lokasi penelitian guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

  5. Analisis Wacana

    • Menganalisis media dan narasi publik tentang trauma kolektif dan marginalisasi daerah untuk memahami pola pikir masyarakat dan pengaruhnya terhadap kebijakan.

Hasil yang Diharapkan

  1. Memetakan dampak trauma kolektif terhadap psikologi sosial masyarakat Aceh dalam membangun rasa kebangsaan.

  2. Mengidentifikasi hambatan dan peluang bagi provinsi yang mengalami marginalisasi dalam berpartisipasi dalam pemerintahan.

  3. Menyusun rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat jiwa kebangsaan dan inklusivitas dalam pemerintahan berbasis pendekatan sosial, psikologis, dan politik.

  4. Menjelaskan dinamika sosial yang mempengaruhi pembentukan kebijakan inklusif bagi daerah yang memiliki latar belakang sejarah konflik dan marginalisasi.

Kontribusi Penelitian

  1. Akademik: Memberikan perspektif baru tentang hubungan antara psikologi trauma, marginalisasi daerah, dan inklusivitas dalam kebijakan pemerintahan.

  2. Praktis: Menyediakan rekomendasi bagi pemerintah dan pemangku kebijakan dalam merancang strategi inklusif bagi daerah pasca-konflik dan terpinggirkan.

  3. Sosial: Mendorong kesadaran publik mengenai pentingnya pendekatan psikologi dalam membangun persatuan nasional yang lebih inklusif.

  4. Politis: Memberikan dasar bagi pengambil kebijakan untuk membentuk regulasi yang lebih mendukung daerah yang mengalami marginalisasi dan konflik sejarah.


Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana trauma kolektif dan marginalisasi di berbagai daerah di Indonesia memengaruhi rasa kebangsaan serta inklusivitas dalam pemerintahan. Dengan menggunakan pendekatan psikologi sosial dan analisis kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan solusi praktis dalam memperkuat persatuan nasional yang lebih adil dan inklusif. FISIPOL sebagai institusi akademik memiliki peran strategis dalam menganalisis dan merancang kebijakan yang lebih adaptif terhadap dinamika sosial-politik di Indonesia.

 

Referensi

Aspinall, E. (2009). Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia. Stanford University Press.

Bertrand, J. (2012). Political Change in Southeast Asia: Democracy and Crisis. Cambridge University Press.

Cohen, S. (2001). States of Denial: Knowing about Atrocities and Suffering. Polity Press.Erikson, K. (1994). A New Species of Trouble: The Human Experience of Modern Disasters. W.W. Norton & Company.

Good, B. J., et al. (2007). Postcolonial Disorders. University of California Press.Lederach, J. P. (1997). Building Peace: Sustainable Reconciliation in Divided Societies. U.S. Institute of Peace Press.

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The Social Identity Theory of Intergroup Behavior. Psychology Press.Verba, S., Nie, N. H., & Kim, J.-O. (1978). Participation and Political Equality: A Seven-Nation Comparison. University of Chicago Press.

 

Recent Posts

See All
Love Bridging Every Common Problem

"A bridge of love connects two worlds, carrying peace and understanding, reminding us that beneath our differences, we share the same...

 
 
 

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page